Sabtu, Februari 16, 2008

Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro

"Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah.
Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan.
Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan:
apakah kita matang secara tarbawi atau tidak?"

Rasanya perbincangan kita tentang syuro tidak akan lengkap tanpa membahas masalah yang satu ini. Apa yang harus kita lakukan seandainya tidak menyetujui hasil syuro? Bagaimana "mengelola" ketidaksetujuan itu?

Kenyataan seperti ini akan kita temukan dalam perjalanan dakwah dan pergerakan kita. Dan itu lumrah saja. Karena, merupakan implikasi dari fakta yang lebih besar, yaitu adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk. Kita semua hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini dengan latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Walaupun proses tarbawi berusaha menyamakan cara berpikir kita sebagai dai dengan meletakkan manhaj dakwah yang jelas, namun dinamika personal, organisasi, dan lingkungan strategis dakwah tetap saja akan menyisakan celah bagi semua kemungkinan perbedaan.

Di sinilah kita memperoleh "pengalaman keikhlasan" yang baru. Tunduk dan patuh pada sesuatu yang tidak kita setujui. Dan, taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. Banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya
karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syuro.
Jadi, apa yang harus kita lakukan seandainya suatu saat kita menjalani "pengalaman keikhlasan" seperti itu?

Pertama,
marilah kita bertanya kembali kepada diri kita, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu "upaya ilmiah" seperti kajian perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan yang kuat untuk mempertahankannya?
Kita harus membedakan secara ketat antara pendapat yang lahir dari proses ilmiah yang sistematis dengan pendapat yang sebenamya merupakan sekedar "lintasan pikiran" yang muncul dalam benak kita selama rapat berlangsung.
Seandainya pendapat kita hanya sekedar lintasan pikiran, sebaiknya hindari untuk berpendapat atau hanya untuk sekedar berbicara dalam syuro. Itu kebiasaan yang buruk dalam syuro. Namun, ngotot atas dasar lintasan pikiran adalah kebiasaan yang jauh lebih buruk. Alangkah menyedihkannya menyaksikan para duat yang ngotot mempertahankan pendapatnya tanpa landasan ilmiah yang kokoh.
Tapi, seandainya pendapat kita terbangun melalui proses ilmiah yang intens dan sistematis, mari kita belajar tawadhu. Karena, kaidah yang diwariskan para ulama kepada kita mengatakan," Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah.. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar."

Kedua,
marilah kita bertanya secara jujur kepada diri kita sendiri, apakah pendapat yang kita bela itu merupakan "kebenaran objektif" atau sebenarnya ada "obsesi jiwa" tertentu di dalam diri kita, yang kita sadari atau tidak kita sadari, mendorong kita untuk "ngotot"? Misalnya, ketika kita merasakan perbedaan pendapat sebagai suatu persaingan. Sehingga, ketika pendapat kita ditolak, kita merasakannya sebagai kekalahan. Jadi, yang kita bela adalah "obsesi jiwa" kita. Bukan kebenaran objektif, walaupun Ă¢€”karena faktor setanĂ¢€” kita mengatakannya
demikian.
Bila yang kita bela memang obsesi jiwa, kita harus segera berhenti memenangkan gengsi dan hawa nafsu. Segera bertaubat kepada Allah swt. Sebab, itu adalah jebakan setan yang boleh jadi akan mengantar kita kepada pembangkangan dan kemaksiatan. Tapi, seadainya yang kita bela adalah kebenaran objektif dan yakin bahwa kita terbebas dari segala bentuk obsesi jiwa semacam itu, kita harus yakin, syuro pun membela hal yang sama. Sebab, berlaku sabda Rasulullah saw., "Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan." Dengan begitu kita menjadi lega dan tidak perlu ngotot mempertahankan pendapat pribadi kita.

Ketiga,
seandainya kita tetap percaya bahwa pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang kemudian menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan pilihan yang salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah dakwah jauh lebih utama dan lebih penting dari pada sekadar memenangkan sebuah pendapat yang boleh jadi memang lebih benar. Karena, berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Kesatuan dan keutuhan shaff jamaah bahkan jauh lebih penting dari kemenangan yang kita raih dalam peperangan..
Jadi, seandainya kita kalah perang tapi tetap bersatu, itu jauh lebih baik daripada kita menang tapi kemudian bercerai berai. Persaudaraan adalah karunia Allah yang tidak tertandingi setelah iman kepada-Nya.
Seadainya kemudian pilihan syuro itu memang terbukti salah, dengan kesatuan dan keutuhan shaff dakwah, Allah swt. dengan mudah akan mengurangi darnpak negatif dari kesalahan itu. Baik dengan mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Bisa juga berupa mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara yang logis, tepat waktu, dan tanpa resiko. Itulah hikmah Allah swt. sekaligus merupakan satu dari sekian banyak rahasia ilmu-Nya. Dengan begitu, hati kita menjadi lapang menerima pilihan syuro karena hikmah tertentu yang mungkin hanya akan muncul setelah berialunya waktu. Dan, alangkah tepatnya sang waktu mengajarkan kita panorama hikmah Ilahi di sepanjang pengalaman dakwah kita.

Keempat,
sesungguhnya dalam kedaksetujuan itu kita belajar tentang begitu banyak makna imaniyah: tentang makna keikhlasan yang tidak terbatas, tentang makna tajarrud dari semua hawa nafsu, tentang makna ukhuwah dan persatuan, tentang makna tawadhu dan kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah, tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, tentang makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, tentang makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah swt yang tidak terbatas, tentang makna tsiqoh kepada jamaah.
Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Tapi, kita harus memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dan pada waktu yang sama, memperkuat daya tampung hati kita terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada kita, dan kerendahan hati terhadap begitu banyak ilmu dan rahasia serta hikmah Allah swt. yang mungkin belum tampak di depan kita atau tersembunyi di hari-hari yang akan datang.

Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah.
Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak ?

sumber: Menikmati Demokrasi, Anis Matta, Lc

Selengkapnya.....

Senin, Februari 11, 2008

Ayat-Ayat Hitam Talmud



Talmud merupakan kitab suci kelompok Zionis-Yahudi di seluruh dunia. Seluruh tindak-tanduk Zionis-Israel mengacu pada ayat-ayat Talmudisme. Bahkan Texe Marrs, investigator independen Amerika yang telah menelusuri garis darah Dinasti Bush selama enam tahun, menemukan bukti bahwa keluarga besar Bush, termasuk Presiden AS George Walker Bush, merupakan sebuah keluarga yang sangat rajin mendaras dan mempelajari Talmud.

“Dinasti Bush adalah dinasti Yahudi dan mereka menjadikan Talmud sebagai kitab sucinya. Adalah salah besar menyangka mereka sebagai keluarga Kristiani. Mereka menunggangi kekristenan untuk menipu warga Kristen dunia. Padahal, mereka merupakan keluarga Talmudis yang taat, ” demikian Texe Marrs.

Kita tentu sudah banyak mendengar tentang Talmud. Namun belum banyak yang mengetahui apa saja ayat-ayatnya. Berikut kami tampilkan sejumlah ayat-ayat Talmud yang menjadi dasar segala tindakan kaum Zionis terhadap orang-orang non-Yahudi (Gh
oyim atau Gentilles), dan darinya Anda akan bisa “memahami” mengapa kaum Zionis selalu saja mau menang sendiri, selalu mengkhianati perjanjian, dan sebagainya. Inilah ayat-ayat suci mereka:

“Hanya orang-orang Yahudi yang manusia, sedangkan orang-orang non Yahudi bukanlah manusia, melainkan binatang.” (Kerithuth 6b hal.78, Jebhammoth 61a)

“Orang-orang non-Yahudi diciptakan sebagai budak untuk melayani orang-orang Yahudi.” (Midrasch Talpioth 225)

“Angka kelahiran orang-orang non-Yahudi harus ditekan sekecil mungkin.” (Zohar II, 4b)

“Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit.” (Orach Chaiim 57, 6a)

“Tuhan (Yahweh) tidak pernah marah kepada orang-orang Yahudi, melainkan hanya (marah) kepada orang-orang non-Yahudi.” (Talmud IV/8/4a)

“Di mana saja mereka (orang-orang Yahudi) dating, mereka akan
menjadi pangeran raja-raja.” (Sanhedrin 104a)

“Terhadap seorang non Yahudi tidak menjadikan orang Yahudi berzina. Bisa terkena hukuman bagi orang Yahudi hanya bila berzina dengan Yahudi lainnya, yaitu isteri seorang Yahudi. Isteri non-Yahudi tidak termasuk.” (Talmud IV/4/52b)

“Tidak ada isteri bagi non-Yahudi, mereka sesungguhnya bukan isterinya.” (Talmud IV/4/81 dan 82ab)

“Orang-orang Yahudi harus selalu berusaha untuk menipudaya orang-orang non-Yahudi.” (Zohar I, 168a)

“Jika dua orang Yahudi menipu orang non-Yahudi, mereka harus membagi keuntungannya.” (Choschen Ham 183, 7)

“Tetaplah terus berjual beli dengan orang-orang non-Yahudi, jika mereka harus membayar uang untuk itu.” (Abhodah Zarah 2a T)

“Tanah orang non-Yahudi, kepunyaan orang Yahudi yang pertama kali menggunakannya.” (Babba Bathra 54b)

“Setiap orang Yahudi boleh menggunakan kebohongan dan sumpah palsu untuk membawa seorang non-Yahudi kepada kejatuhan.” (Babha Kama 113a)

“Kepemilikan orang non-Yahudi seperti padang pasir yang tidak dimiliki; dan semua orang (setiap Yahudi) yang merampasnya, berarti telah memilikinya.” (Talmud IV/3/54b)

“Orang Yahudi boleh mengeksploitasi kesalahan orang non-Yahudi dan menipunya.” (Talmud IV/1/113b)

“Orang Yahudi boleh mempraktekan riba terhadap orang non-Yahudi.” (Talmud IV/2/70b)

“Ketika Messiah (Raja Yahudi Terakhir atau Ratu Adil) dating, semuanya akan menjadi budak-budak orang-orang Yahudi.” (Erubin 43b)

Inilah sebagian kecil dari ayat-ayat hitam Talmud. Inilah landasan ideologis kaum Zionis dalam hidupnya. Setiap hari Sabtu yang dianggap suci (Shabbath), mereka mendaras Talmud sepanjang hari dan mengkaji ayat-ayat di atas. Mereka menganggap Yahudi sebagai ras yang satu-satunya berhak disebut manusia. Sedangkan ras di luar Yahudi mereka anggap sebagai binatang, termasuk orang-orang liberalis yang malah melayani kepentingan kaum Zionis.

Selengkapnya.....

Selasa, Februari 05, 2008

Memoar Para Pemenang

Mereka adalah para pahlawan sejati. Perintis yang telah pergi. Masyayikh yang ikhlas dan gagah berani. Kepada mereka kita berguru, meneladani,dan menapaki jalan ini. Dari mereka kita telusuri warisan penuh makna, wasiat penuh gelora, dan nasihat abadi sepanjang masa.


Memoar Abu Bakar

“Sesungguhnya, saya telah menjadi pemimpin kalian, padahal saya bukanlah yang terbaik diantara kalian. Jika saya berbuat baik maka lindungilah saya, dan jika saya salah, maka luruskanlah saya”.

Wasiat Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali:

“ Setiap manusia akan binasa, kecuali orang yang berilmu. Setiap yang berilmu akan binasa kecuali orangyang beramal. Semua yang beramal pun akan binasa kecuali orang-orang yang ikhlas” (Mukhtasar Minhajul qashidin).

Wasiat Syaikhul Jihad Ahmad Yasin:

“Setiap kami adalah pemburu syahid. Aku dan saudara-saudaraku sekalian berusaha mencapai mati syahid. Hidup kami sebenarnya lebih murah daripada hidup setiap anak palestina….Seperti inilah jalan pembebasan. Tanpa darah yang mengalir, tak mungkin Palestina akan kembali…..”

Wasiat Syaikhut Tarbiyah K.H. Rahmat Abdullah:

“ Setiap manusia akan binasa, kecuali orang-orang yang berislam. Setiap orangyang berislam akan binasa,kecuali orang-orang yang beriman. Setiap orang yang beriman akan binasa kecuali orang-orang yang berilmu. Setiap orang yang berilmu akan binasa kecuali orang-orang yang beramal. Setiap orang yang beramal pun akan binasa kecuali orang-orang yang ikhlas” (Catatan Manuskrip dari Memoar Nasihat Ustadz Rahmat Abdullah).



Yang Paling KUAT

yang MENANG

Besi itu kuat,

Tetapi api dapat melelehkannya.

Api itu kuat,

Tetapi air mampu memadamkannya.

Air itu kuat,

Tetapi matahari bisa mengalahkannya

Matahari itu kuat,

Awan bisa menghalanginya.

Awan itu kuat,

Tetapi angin mampu memindahkannya

Angin itu kuat

Tetapi manusia mampu menahannya

Manusia itu kuat

Tetapi ketakutan bisa melemahkannya..

Ketakutan itu kuat

Tetapi tidur bisa mengatasinya

Tidur itu kuat

Tetapi mati ternyata lebih kuat

Yang terkuat adalah kebaikan,

Ia Takkan hilang setelah mati.

Sumber : Buku the Way to Win

Selengkapnya.....